Jakarta, CNBC Indonesia – Pengguna buy now pay later (BNPL) di Indonesia semakin menjamur. Meski begitu, industri masih dihadapkan dengan permasalahan kredit macet yang didominasi oleh gen Z dan milenial.
Direktur Utama Pefindo Biro Kredit, Yohanes Arts Abimanyu mengungkapkan, per November 2023, nilai pinjaman BNPL tercatat sebesar Rp 28,22 Trilliun atau meningkat 16,99% secara year on year (yoy) dan naik 25,98% secara month to month (mtm).
Adapun jumlah peminjam baru pun bertambah. Berdasarkan total akun kredit yang dibukukan pada periode yang sama tercatat ada sebesar 37.642.662 akun peminjam pay later. Hal ini meningkat 1,53% secara yoy dan 4,93% secara mtm.
“Dari sebaran akun tersebut, terpantau pengguna Pay Later didominasi 45,16%-nya berusia 20-30 tahun. Sedangkan jika dilihat berdasarkan domisili peminjam, Provinsi Jawa Barat berkontribusi 24,93% kemudian diikuti oleh DKI Jakarta 14,5% dan Jawa Timur 10,2%,” kata Yohanes kepada CNBC Indonesia, Senin, (16/1/2024).
Dari transaksi tersebut, tercatat sebanyak 5,31% di antaranya masuk kategori gagal bayar (galbay) atau kredit bermasalah (nonperforming loan). Kendati demikian, angka ini membaik 0,35% dibandingkan bulan sebelumnya.
“Sebaran group usia yang masuk kredit macet (kol 3+4+5) tertinggi ada pada sebaran usia >20-30 tahun sebesar 39,2% kemudian diikuti oleh >30-40 tahun sebesar 35,84%,” ungkap Yohanes.
Sementara itu, penunggak pay later paling banyak berasal dari tiga provinsi yaitu Jawa Barat sebesar Rp 325,7 milliar, DKI Jakarta sebesar Rp 258 milliar dan Jawa Timur sebesar Rp 121,6 milliar. https://lokeberhasilan.com/